Dialah Imam Baqi bin Mikhlad, beliau
mengisahkan suka dukanya saat menimba ilmu dari Imam Ahmad di Baghdad. Beliau bercerita,
“Saya berangkat dengan berjalan kaki dari
Andalusia menuju ke Baghdad untuk bertemu Imam Ahmad bin Hambal. Saya ingi
mengambil hadits dari beliau. Ketika perjalanan telah mendekati Baghdad saya
mendengar informasi tentang ujian yang menimpa Imam Ahmad. Beliau dilarang
untuk mengajar dan mengumpulkan manusia untuk mengajar mereka. Ini membuat aku
sedih, karena jauh-jauh saya dating dengan berjalan kaki tapi Imam Ahmad
dilarang untuk mengajar.
Sesampainya di Baghdad, saya menaruh
barang-barang saya di sebuah kamar penginapandan segera mencari tahu keberadaan
Imam Ahmad, hingga akhirnya saya mendapatkan kabar tentang keberadaan Imam
Ahmad. Dengan segera saya menuju rumahnya kemudian mengetuk pintu rumah Imam
Ahmad dan beliau sendiri yang membukakan pintu kepada saya. Saya berkata, “Wahai
Abu Abdillah, saya seorang yang jauh rumahnya, seorang pencari hadits dan
penulis sunnah, taka da tujuan lain dating ke sini kecuali untuk tujuan itu.” Beliau
bertanya, “Dari mana Anda?” saya menjawab, “Dari Magrib Al-Aqsha.” Beliau
berkata, “ Dari Afrika?” Saya menjawab, “Lebih jauh dari itu. Saya melewati
laut dari negri sayauntuk menuju Afrika.” Beliau berkata, “Negara asalmu
benar-benar sangat jauh, tidak ada yang lebih saya sukai melebihi ketika saya
bisa memenuhi kebutuhanmu, hanya saja saat ini saya sedang difitnah dan dilarang
mengajar.” Saya berkata kepadanya, “Saya telah mengetahui hal itu wahai Imam,
wahai Abu Abdillah! Saya adalah orang asing yang tak dikenal orang di daerah
sini dan asing di tempat ini. Jika Anda mengizinkan, saya akan mendatangi Anda
setiap hari dengan memakai pakaian seorang pengemis. Kemudian berdiri di depan
pintu Anda dan meminta sedekah dan bantuan. Wahai Abu Abdillah masukkanlah saya
lewat pintu ini lalu ajarkan kepadaku walaupun hanya satu hadits dalam sehari.”
Beliau berkata, “Saya bersedia, dengan syarat sementara Anda jangan datang ke
majelis-majelis ilmu dan ulama hadits yang lain agar mereka tidak mengenalmu
sebagai seorang penuntut ilmu.” Saya menjawab, “Baik, saya teraima persyaratan
tersebut.”
Dia melanjutkan ceritanya, “Maka setiap
hari saya memakai tongkat dan saya pun membalut kepala saya dengan sobekan
kain, lalu memasukkan kertas serta alat tulis saya di dalam kantong baju saya. Selanjutnya
mulailah saya mendatangi rimah Imam Ahmad dan berdiri didepan rumah beliau dan
berkata, “Bersedekahlah kepada si miskin, semoga mendapatkan pahala dari Allah.”
Maka Imam Ahmad pun keluar untuk menemui saya dan memasukkan saya lewat
pintunya. Lalu Beliau mengajariku dua atau tiga hadits bahkan lebih dari itu
hingga saya berhasil mengumpulkan hadits dari beliau sebanyak 300 hadits.
Setelah Allah mengangkat kesulitan yang ada
pada Imam Ahmad yang mana Khalifah Al-Makmun yang mengajak kepada perbuatan bid’ah
telah meninggal dunia dan di gantikan oleh Al-Mutawakkil, maka Imam Ahmad
menjadi terkenal dan kedudukan beliau menjadi tinggi. Pada saat itu setiap saya
mendatangiImam Ahmad di majelis beliau yang ramai dan murid-murid yang begitu
banyak, beliau melapangkan tempat khusus untukku dan memerintahkankepada saya
untuk mendekat dengan beliau sembari berkata kepada murid-muridnya, “Inilah
orang yang layak disebut penuntut ilmu.” (Siyaru A’lam an-Nubala, Imam
Adz-Dzahabi)
0 comments:
Post a Comment