03:30
0

    Dialah Imam Baqi bin Mikhlad, beliau mengisahkan suka dukanya saat menimba ilmu dari Imam Ahmad di Baghdad. Beliau bercerita,

    “Saya berangkat dengan berjalan kaki dari Andalusia menuju ke Baghdad untuk bertemu Imam Ahmad bin Hambal. Saya ingi mengambil hadits dari beliau. Ketika perjalanan telah mendekati Baghdad saya mendengar informasi tentang ujian yang menimpa Imam Ahmad. Beliau dilarang untuk mengajar dan mengumpulkan manusia untuk mengajar mereka. Ini membuat aku sedih, karena jauh-jauh saya dating dengan berjalan kaki tapi Imam Ahmad dilarang untuk mengajar.

    Sesampainya di Baghdad, saya menaruh barang-barang saya di sebuah kamar penginapandan segera mencari tahu keberadaan Imam Ahmad, hingga akhirnya saya mendapatkan kabar tentang keberadaan Imam Ahmad. Dengan segera saya menuju rumahnya kemudian mengetuk pintu rumah Imam Ahmad dan beliau sendiri yang membukakan pintu kepada saya. Saya berkata, “Wahai Abu Abdillah, saya seorang yang jauh rumahnya, seorang pencari hadits dan penulis sunnah, taka da tujuan lain dating ke sini kecuali untuk tujuan itu.” Beliau bertanya, “Dari mana Anda?” saya menjawab, “Dari Magrib Al-Aqsha.” Beliau berkata, “ Dari Afrika?” Saya menjawab, “Lebih jauh dari itu. Saya melewati laut dari negri sayauntuk menuju Afrika.” Beliau berkata, “Negara asalmu benar-benar sangat jauh, tidak ada yang lebih saya sukai melebihi ketika saya bisa memenuhi kebutuhanmu, hanya saja saat ini saya sedang difitnah dan dilarang mengajar.” Saya berkata kepadanya, “Saya telah mengetahui hal itu wahai Imam, wahai Abu Abdillah! Saya adalah orang asing yang tak dikenal orang di daerah sini dan asing di tempat ini. Jika Anda mengizinkan, saya akan mendatangi Anda setiap hari dengan memakai pakaian seorang pengemis. Kemudian berdiri di depan pintu Anda dan meminta sedekah dan bantuan. Wahai Abu Abdillah masukkanlah saya lewat pintu ini lalu ajarkan kepadaku walaupun hanya satu hadits dalam sehari.” Beliau berkata, “Saya bersedia, dengan syarat sementara Anda jangan datang ke majelis-majelis ilmu dan ulama hadits yang lain agar mereka tidak mengenalmu sebagai seorang penuntut ilmu.” Saya menjawab, “Baik, saya teraima persyaratan tersebut.”

    Dia melanjutkan ceritanya, “Maka setiap hari saya memakai tongkat dan saya pun membalut kepala saya dengan sobekan kain, lalu memasukkan kertas serta alat tulis saya di dalam kantong baju saya. Selanjutnya mulailah saya mendatangi rimah Imam Ahmad dan berdiri didepan rumah beliau dan berkata, “Bersedekahlah kepada si miskin, semoga mendapatkan pahala dari Allah.” Maka Imam Ahmad pun keluar untuk menemui saya dan memasukkan saya lewat pintunya. Lalu Beliau mengajariku dua atau tiga hadits bahkan lebih dari itu hingga saya berhasil mengumpulkan hadits dari beliau sebanyak 300 hadits.


    Setelah Allah mengangkat kesulitan yang ada pada Imam Ahmad yang mana Khalifah Al-Makmun yang mengajak kepada perbuatan bid’ah telah meninggal dunia dan di gantikan oleh Al-Mutawakkil, maka Imam Ahmad menjadi terkenal dan kedudukan beliau menjadi tinggi. Pada saat itu setiap saya mendatangiImam Ahmad di majelis beliau yang ramai dan murid-murid yang begitu banyak, beliau melapangkan tempat khusus untukku dan memerintahkankepada saya untuk mendekat dengan beliau sembari berkata kepada murid-muridnya, “Inilah orang yang layak disebut penuntut ilmu.” (Siyaru A’lam an-Nubala, Imam Adz-Dzahabi)

0 comments:

Post a Comment