06:14
0

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

    Saya wasiatkan kepada diri saya dan kepada ikhwani fiddin rahimakumullah. Saudara-saudaraku seiman dan seislam, mari kita berusaha mengisi sisa-sisa usia kita dengan meningkatkan ketakwaan kepada Allah ta’ala. Antara lain dengan berusaha mematrikan dalam benak kita masing-masing satu akidah Ahlu Sunnah wal Jama’ah yang secara ijma’ telah disepakati oleh para ulama salaf dan para Imam Madzhab; Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Asy Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hambal.

    Keyakinan yang harus kita patrikan, dan kadang-kadang sering dilupakan orang yaitu:

شَاتِمُ الرَّسُوْلِ يُقْتَلُ

    Orang yang mencaci maki, menghina, melecehkan Rasulullah, mengata-ngatai Rasulullah dengan kata-kata yang tidak senonoh, bertentangan dan bertolak belakang dengan pribadi beliau yang mulia dan agung. Maka hukuman bagi orang tersebut adalah dibunuh.

    Seorang Imam madzhab yang madzhab fiqihnya diterapkan oleh rakyat dan penguasa Arab Saudi hari ini, Imam Ahmad bin Hambal, beliau menambahkan, “Penghina Rasul hukumannya adalah dibunuh dan tidak diminta untuk bertaubat terlebih dahulu.”

    Orang yang mencaci maki Rasulullah, menghina Rasulullah, sampai menggambar karikatur yang nadanya jelas melecehkan, digambarkan dengan orang setengah cebol, kepalanya botak, berjenggot, hukuman bagi mereka ini adalah dibunuh dan tidak diminta untuk bertaubat.

    Seandainya yang mengata-ngatai Rasulullah dengan kata-kata yang tidak senonoh mencaci maki Rasulullah, mewujudkan gambar Rasulullah dalam karikatur yang mengundang orang untuk mencibir dan tertawa sinis, apabila pelakunya seorang muslim, secara lahiriah tampil dengan segala atribut keislamannya, celananya cingkrang, rajin ke masjid, rajin melaksanakan shiyam Ramadhan dan sunnah, rajin membayar zakat, setiap tahun melaksanakan umrah, tapi orang tadi suka mencaci maki Rasulullah, kemudian dia bertaubat, lantaran Imam Ahmad telah berkata, “Dia tidak diberi kesempatan untuk bertaubat,” maka taubatnya tidak menjadi penghalang bagi seorang penguasa muslim atau pribadi peribadi umat islam untuk membunuhnya.

    “Tidak diberi kesempatan untuk bertaubat,” apa maksudnya? Jenazahnya tidak dimandikan. Kalau tidak dimandikan, tidak usah disholatkan. Sebelunya, tidak usah dikafani. Puncaknya tidak boleh dikubur di tempat pemakaman khusus orang beriman.

    Sebaliknya, kalau mencaci maki itu seorang kafir, dan tidak mungkin orang kafir mencaci Rasulullah kalau dia tidak mengenal Rasulullah, tidak mungkin orang kafir mencaci Rasulullah kalau dia tidak membenci beliau, maka orang tadi harus dihukum mati.

    Muhammad saw adalah uswah kita, qudwah kita, orang yang paling dicintai oleh Allah dan paling mencintai Allah.

    Cara menyikapi mereka yang menghina Rasulullah harus dibedakan dengan orang yang menghina orang islam selain Rasulullah.

Ikhwani fiddin rahimakumullah

    Pelaksanaan hukuman terhadap para pencaci maki Rasulullah bisa atas perintah imam/pemimpin umat islam. Rasulullah pernah bertanya kepada para sahabatnya,
siapa yang mau menyelesaikan urusan saya dengan ka’ab bin al-Asyraf? Karena dia telah menghina Allah dan Rasul-Nya”.

    Muhammad bin Maslamah, salah seorang sahabat menjawab, “Aku wahai Rasulullah, apakah engkau mengiginkan aku membunuhnya?”

    “ya,” jawab Rasulullah. Lalu ia cari Ka’ab bin al-Asyraf, kemudian ia bunuh.

    Tetapi pelaksanaan pembunuhan terhadap orang yang mencaci maki Rasulullah bisa dilakukan tanpa restu, tanpa izin, bahkan tanpa sepengetahuan Rasulullah.

    Kecintaan kepada Rasulullah harus diletakkan di atas kecintaan kepada ibu dan bapak, harus diletakkan di atas kecintaan kepada anak-anak, harus diletakkan di atas kecintaan kepada sanak 
saudara, harus diletakkan di atas kecintaan kepada istri dan kaum kerabat, kepada harta dan perdagangan, dan kepada tempat tinggal yang dicintai.

    Emosi keagamaan tadi yang telah mendorong seorang sahabat Salim bin Umair ra ketika melihat salah seorang laki-laki yahudi yang sudah berusia 120 tahun, tapi mulutnya senantiasa beracun, menebar fitnah dan memjelek-jelekan Rasulullah. Salim bin Umair berujar, “Ya Allah, saya bernadzar di hadapan-Mu, kalau Allah beri kesempatan, saya akan bunuh laki-laki yahudi itu.”

    Suasana di kota Madinah suasana musim panas. Banyak orang yang gerah tidur di dalam kamar. Banyak penduduk yang tidur di beranda, emperan atau teras rumah mereka. Termasuk laki-laki Yahudi yang berusia 120 tahun yang bernama Mu’afah.

    Salim menghampiri laki-laki itu, ia hunuskan pedangnya, ia hujamkan pedangnya sampai tembus ke tempat tidurnya. Laki-laki Yahudi itu berteriak. Ia cabut pedangnya. Lalu ia lari meninggalkan Yahudi tersebut, tanpa ada seorangpun mengetahuinya dan tanpa ada teguran dari Rasulullah.

    Bahkan ada sahabat lain yang bernama Umair bin ‘Adi membunuh Ashma’ binti Marwan, seorang wanita yang sudah memiliki anak. Seorang perempuan yang selalu menghina Rasulullah melalui syair-syairnya yang dilantunkan didepan masyarakat, sehingga orang-orang ikut melantunkan syair-syair tersebut. Padahal, syair tersebut berisi hinaan dan cacian terhadap Rasulullah.

    Akhirnya wanita tersebut di bunuh oleh Umair bin ‘Adi. Lalu ia pergi ke masjid untuk melaksanakan shalat subuh. Setelah Rasulullah selesai mengimami shalat subuh, beliau mendatangi Umair bin ‘Adi. Beliau bertanya, “apakah kamu telah membunuh putrinya Marwan?

    Gemetar seluruh tubuh Umair, takut kalau Rasulullah memarahi dirinya. “betul Rasulullah, saya melakukan itu, semata-mata cinta kepadamu.” Akhirnya berita pembunuhan itu menjadi rahasia umum di masjid dalam seketika selepas shalat subuh.

    Kemudian Rasulullah bersabda; “kalau kalian ingin melihat laki-laki yang mendapatkan pertolongan dari Allah dan Rasul-Nya, lihatlah Umair bin ‘Adi.”

    Rasulullah tidak mencaci maki, Rasulullah tidak hanya mengizinkan, tetpi justru mengapresiasi apa yang telah dilakukan oleh dilakukan Umair bin ‘Adi melalui sabda beliau tersebut.

    Ini bukan masalah keras dan lunak. Ini bukan masalah radikalis dan bukan radikalis, tetapi ini aqidah. Ini sebagian keyakinan yang diajarkan oleh islam dan disepakati oleh ulama salaf, para Imam empat Madzhab.

    Hanya orang-orang yang tidak memegang aqidah ahlu sunnah waljama’ah secara murni dan konsekuen, mungkin akan berbeda pendapat dengan apa yang saya sampaikan. Penjelasan ini saya simpulkan dari kitab Sharimul Maslul ‘Ala Syhatimirrasul, yang ditulis oleh Syaikhul islam Ibnu Taimiyyah.

    Khutbah Kedua

ikhwani fiddin rahimakumullah

    Riwayat kisah yang beredar di masyarakat, disampaikan oleh para mubaligh dalam pengajian, justru tentang kisah seorang yahudi buta yang duduk di salah satu perempatan jalan di kota Madinah. Setiap pagi Rasulullah mendatangi wanita itu dan menyuapi makanan kepada wanita itu, padahal setiap pagi itu pula, saat Rasulullah menyuapi yahudi tadi, dari mulutnya keluar kata-kata kotor yang mencaci maki Rasulullah. Sampai tiba hari dimana Rasulullah wafat, pekerjaan itu dilanjutkan oleh Abu bakar ash-Shidiq. Yahudi buta tadi heran, “yang menyuapi saya kemarin, berbeda dengan yang menyuapi saya hari ini, siapa kamu?”

    “ saya Abu Bakar.”

    “ lalu yang menyuapi saya kemarin?”

    “ yang menyuapi anda kemarin adalah Rasulullah. Kemarin beliau meninggal. Pekerjaannya saya yang melanjutkan.”

    “ Muhammad menyuapi saya, dia dengar sendiri caci maki saya kepadanya. Dan dia tidak marah. Justru sabar dan tetap menyuapi. Kalau begitu saya masuk islam.”

    Alangkah indahnya kisah ini dari satu sisi. Tapi dari sisi yang lain kisah ini harus kita persoalkan. Mengapa? Tiga belas hari sebelum Rasulullah wafat, Rasulullah sudah menderita sakit.   

    Jangankan menyempatkan diri untuk menyuapi Yahudi yang suka mencaci maki beliau, menjalankan tugas pokok yang lebih besar, menjadi imam rawatib beliau saja tidak mampu, dan akhirnya diserahkan hak imam kepada Abu Bakar ash-Shidiq selama 13 hari.

    Di hari Rasulullah wafat, Abu Bakar dating agak terlambat. Sementara gonjang-ganjing di masjid Nabawi tentang wafatnya Rasulullah yang sudah dilihat oleh mata kepala orang-orang yang beriman. Mereka yakin bahwa Rasulullah telah wafat. Hanya Umar karena cintanya kepada Rasulullah, dia mengatakan bahwa rasulullah tidak wafat. “siapa yang berani mengatakan Rasulullah telah wafat, maka akan aku penggal kepalanya!”

    Tidak ada seorang pun yang berani membantah kata-kata Umar. Tetapi hati nurani mereka semua mengatakan, “Rasulullah telah wafat.” Dan itu hanya tersimpan di dalam benak mereka. Abu Bakar dating agak terlambat sementara para sahabat lain sudah berkumpul. Dia masuk ke kamar Aisyah dimana Rasulullah wafat. Tubuk beliau terbujur dan tertutup oleh selimut.

    Dia buka wajah Rasulullah. Dia kecut dahinya. Dia tutup kembali selimut tadi. Dia kembali menghadap kaum muslimin. Lalu membaca surat Ali Imran: 144.

    “ Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau di bunuh kamu berbalik kebelakang (murtad). Siapa yang berbalik kebelakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”

    Umar bin khottob gemetar, “seakan-akan saya belum pernah membaca ayat ini”. Pencerahan ternyata datang dari Abu Bakar. Maka, mana mungkin Abu Bakar menyempatkan diri menyuapi orang Yahudi tadi ketika suasana dalam keadaan segawat dan segmenting itu.

    Hari berikutnya, jenazah Rasulullah belum ada yang memikirkan. Mestinya, hari senin beliau wafat, segera dimandikan, dikafani, dishalatkan dan dikuburkan.

    Umar belum menyelasaikan persoalan yang lebih besar dari pada mengurus jenazah Rasulullah yang harus segera dikebumikan. Apa itu? Kaum muslimin belum mencapai kata sepakat tentang siapa yang akan mengganti Rasulullah setelah Rasulullah wafat. Abu Bakar telah disibukkan dengan suasana yang berpotensi untuk timbul perpecahan. Dan jenazah Rasulullah baru di makamkan pada malam rabu.

    Akankah dalam suasana seperti ini Abu Bakar mengatakan, “izinkan saya sebentar ke pojok jalan untuk menyuapi seorang Yahudi buta?” taruhlah itu benar, sebuah amal shalih, tapi amal shalih yang berupa menyuapi Yahudi buta sungguh sangat kecil nilainya dibandingkan dengan segera menuntaskan masalah ummat dan menghindarkan mereka dari perpecahan karena terjadi perbedaan pendapat tentang siapa yang harus menggantikan Rasulullah untuk memimpin Madinah.

Ikhwani fiddin rahimakumullah

    Pada intinya, membunuh orang yang mencaci maki Rasulullah adalah ajaran islam yang di sepakati oleh ummat. Mulut-mulut ummat dan ulama yang berceloteh bahwa islam anti kekerasan itu betul. Bahwa islam adalah agama yang anti menumpahkan darah itu betul. Bahwa islam adalah agama yang santun itu betul. Itu semuanya betul, tetapi semuanya harus muqtadhal haal, empan papan, disesuaikan dengan situasi dan kondisinya.


(Ustadz Abdullah Manaf Amin)

0 comments:

Post a Comment